PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA SINDROM GERIATRI

PENDAHULUAN
“Sindrom Geriatri” didefinisikan sebagai kondisi yang bersifat kompleks, cenderung terjadi lebih umum di antara orang dewasa yang lebih tua, biasanya multifaktorial, dan dapat memiliki hasil klinis yang substansial untuk pasien yang terkena (Magnuson et al., 2022). Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia, ketergantungan fungsional, dan jatuh (AA, 2013). Meskipun berdampak buruk pada kualitas hidup, kecacatan, dan kematian pada orang dewasa yang lebih tua, sindrom geriatri sering kurang dikenali (Sanford et al., 2020).
Secara umum, "sindrom" didefinisikan sebagai "sekelompok tanda dan gejala yang terjadi bersama-sama dan mencirikan kelainan tertentu" atau "kumpulan gejala dan tanda yang terkait dengan proses penyakit apa pun, dan bersama-sama membentuk gambaran penyakit”. Jadi, dalam penggunaan medis saat ini, sindrom mengacu pada pola gejala dan tanda dengan penyebab tunggal yang mungkin belum diketahui (Inouye et al., 2007). Sindrom geriatri, mengacu pada "kondisi kesehatan multifaktorial yang terjadi ketika efek akumulasi dari gangguan pada berbagai sistem membuat [orang yang lebih tua] rentan terhadap tantangan situasional" (Inouye et al., 2007).
Peningkatan jumlah Geriatri Syndrome (GS) dikaitkan dengan risiko insiden cacat fisik yang lebih besar dan kepuasan hidup yang lebih rendah pada tingkat individu. Ada berbagai faktor yang terkait dengan GS termasuk usia yang lebih tua (umumnya > 65 tahun), gaya hidup yang tidak sehat (misalnya, gangguan penggunaan alkohol), gangguan fungsional (misalnya, gangguan mobilitas atau kognisi), riwayat jatuh sebelumnya, penyakit (misalnya, komorbiditas multipel) dan penggunaan obat-obatan (misalnya, penggunaan obat psikoaktif) (Liang et al., 2018).
Dari jumlah seluruh penduduk Indonesia, 8,9% merupakan penduduk berusia lebih dari 60 tahun, data ini berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Diperkirakan pada tahun 2025 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sebesar 414% dibanding keadaan pada tahun 1990. Kenaikan jumlah penduduk pada periode waktu yang sama di beberapa negara adalah sebagai berikut: Kenya 347%, Brazil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Safitri, 2015).
PEMBAHASAN
A. Fisiologi
Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural tubuh yang diikuti penurunan daya tahan tubuh.Setiap orang akan mengalami masa tua, akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor herediter, nutrisi, stress, status kesehatan dan lain-lain (Stanley & Gauntlett Beare, 2006). Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah (Prima Dewi, 2016).
B. Assesment dan Intervensi
Menurut (Prima Dewi, 2016) dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri antara lain adalah:
  1. The O Complex: fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders, impaired homeostasis
  2. The Big Three: intelectual failure, instability, incontinence
  3. The 14 I: immobility (imobilisasi/keadaan kurang bergerak, tirah baring lama), instability (gangguan keseimbangan), incontinence (inkontinensia urin/keluarnya urin tidak terkendali), isolation (depresi), immunodeficiency (penurunan imunitas), infection (infeksi), inanition (kurang gizi), intellectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan delirium), impaction (konstipasi), insomnia (gangguan tidur), impotence (impotensi), iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) serta impecunity (tidak bekerja).
Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis (AA, 2013). Pasien lanjut usia menerima assesment mobilitas menyeluruh dari keperawatan dan terapi fisik yang mengarah pada perawatan yang lebih individual. Pasien lanjut usia dimobilisasi tiga kali sehari. Praktik mobilisasi dini sangat penting untuk menjaga mobilitas pasien lanjut usia (Gabriel et al., 2022).
Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada usia lanjut. Faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan). Fisioterapis harus memberikan assesment individual dalam ruang lingkup praktik terapis fisik yang berkontribusi pada penilaian multifaktorial jatuh dan risiko jatuh (G. Avin et al., 2015).
Pedoman evaluasi dan penatalaksanaan “jatuh” pada lansia yang dikeluarkan oleh American Geriatric Society merekomendasikan untuk mengonfirmasi riwayat jatuh dan kemungkinan terjadi ketidakstabilan atau gangguan dalam berjalan. Pasien lansia dengan riwayat jatuh lebih dari satu kali dan menderita satu atau lebih cedera karena jatuh, harus menjalani gait and stability assessment. Hal penting lainnya yaitu anamnesis yang komprehensif serta melakukan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya gangguan pada sistem sensorik, sistem saraf, otak kardiovaskular, dan muskuloskeletal yang dapat menjadi penyebab. Intervensi tergantung pada identifikasi faktor, namun biasanya meliputi penyesuaian obat, terapi fisik, dan modifikasi lingkungan tempat tinggal. Dari studi meta analisis mengenai pencegahan jatuh telah ditemukan bahwa penilaian multifaktorial terhadap risiko dan manajemen, serta terapi latihan yang ditargetkan secara individual, efektif dalam mengurangi kejadian jatuh.
Berikut Komponen Asessment Multifaktor yang Direkomendasikan oleh Pedoman Praktik Klinis yang Ditinjau Jurnal Oleh (G. Avin et al., 2015).
Rangkuman Rekomendasi Intervensi untuk Orang Dewasa Tua yang Tinggal di Komunitas Dari Panduan Praktik Klinis yang Ditinjau Dalam Jurnal Oleh (G. Avin et al., 2015)
Inkontinensia urin didefinisikan oleh International Continence Society Standarization Committee sebagai suatu kondisi keluarnya urin yang tidak disadari dan merupakan masalah sosial atau masalah higienitas (Pribakti, 2020). Studi oleh (Tomasi et al., 2017) menguraikan informasi tentang intervensi inkontinensia urin untuk populasi lanjut usia dengan strengthening exercise dalam meningkatkan kekuatan otot pelvic floor.
(1)
(2)
(3)
(4)

(1) Berbaringlah, tarik napas dan buang napas sambil mengencangkan perineum seolah-olah sedang menahan buang air kecil. (2) Latihan  menghirup dan menghembuskan napas sambil mengencangkan perineum dan mengangkat pantat dari lantai. (3) Sambil duduk di kursi atau bola, dengan punggung lurus dan kaki diistirahatkan, tarik napas dan buang napas sambil mengencangkan perineum seolah-olah menahan buang air kecil. (4) Sembari berdiri sambil memegang kursi atau meja, lakukan latihan kontraksi perineum yang sama.

Penyebab utama gangguan intelektual pada pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas (AA, 2013).
Pada studi eksperimentral oleh Juniarti et al., 2021 menemukan bahwa mengombinasikan latihan aerobik low-impact dengan membaca keras meningkatkan fungsi kognitif lansia secara signifikan. Intervensi dilakukan dalam 12 sesi (tiga sesi per minggu selama empat minggu), dan durasi setiap sesi adalah 60 menit. Intervensi diawali dengan kegiatan membaca nyaring selama 30 menit. Dalam intervensi ini, para lansia diminta untuk membacakan cerita yang telah disediakan sebelumnya, menyimpulkan cerita, memberikan tanggapan terhadap isi cerita, dan menuliskan kesimpulannya di buku kegiatan. Setelah aktivitas reading aloud, peserta diberi waktu istirahat lima menit, dan kemudian diberikan intervensi kedua (yaitu, latihan aerobic). Program senam aerobik low-impact yang diberikan terdiri dari pemanasan (5 menit), senam inti yang terdiri dari berbagai gerakan aerobik (20 menit), dan pendinginan (5 menit).
Infeksi pada usia lanjut merupakan penyebab kesakitan dan kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa hal antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usila sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 36°C lebih sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et al., 2008).
Kelemahan nutrisi merujuk pada usia lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (Kane et al., 2008). Pada pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien.
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok usia 70 tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama, kecuali presbikusis untuk kelompok geriatri. Presbikusis sensorik yang sering sekali ditemukan pada geriatri disebabkan oleh degenerasi dari organ korti, dan ditandai gangguan pendengaran dengan frekuensi tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya gangguan pendengaran sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatri adalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan bedah berupa implantasi koklea.
KESIMPULAN
Sindrom geriatri merupakan kondisi umum dan serius bagi orang lanjut usia, memegang implikasi substansial untuk fungsi dan kualitas hidup. Sebagian besar, kondisi ini paling lazim pada populasi yang lebih tua, dan dengan demikian, menimbulkan tantangan tersendiri bagi fisioterapis yang merawat populasi ini. Kurangnya kriteria formal untuk mendefinisikan sindrom geriatri telah membatasi kemajuan di lapangan. Sindrom geriatri bersifat multifaktorial, dari berbagai faktor risiko — termasuk usia yang lebih tua, gangguan kognitif, gangguan fungsional, dan gangguan mobilitas — ditunjukkan di seluruh sindrom geriatri umum.
Seluruh pasien geriatri atau lansia sebaiknya dievaluasi mengenai riwayat kejadian maupun riwayat penyakit sebelumnya. Hal penting lainnya yaitu anamnesis yang komprehensif serta melakukan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya gangguan pada sistem sensorik, sistem saraf, otak kardiovaskular, dan muskuloskeletal yang dapat menjadi penyebab. Intervensi tergantung pada faktor yang teridentifikasi. Pencegahan, evaluasi, serta manajemen sindrom geriatri pada lansia memerlukan pendekatan multidisipliner yang komprehensif dan berkesinambungan demi meningkatkan kualitas hidup lansia sehingga konsep menua saat ini dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Aa, D. (2013). Sindrom Geriatri (Imobilitas, Instabilitas, Gangguan Intelektual, Inkontinensia, Infeksi, Malnutrisi, Gangguan Pendengaran). Medula Unila, 1(3), 117–125.

  2. Tomasi, A. V. R., dos Santos, S. M. A., Honório, G. J. D. S., & Locks, M. O. H. (2017). Urinary incontinence in elderly people: Care practices and care proposal in primary health care. Texto e Contexto Enfermagem, 26(2). https://doi.org/10.1590/0104-07072017006800015

  3. Stanley, M., & Gauntlett Beare, P. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik (2nd ed.). EGC.

  4. Sanford, A. M., Morley, J. E., Berg-Weger, M., Lundy, J., Little, M. O., Leonard, K., & Malmstrom, T. K. (2020). High prevalence of geriatric syndromes in older adults. PLoS ONE, 15(6). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0233857

  5. Safitri, S. (2015). Instability And Fallin Elderly. J Agromed Unila, 2(4), 504–509.

  6. Prima Dewi, S. (2016). Geriatric Syndrome.

  7. Pribakti. (2020). Uroginekologi & Disfungsi Dasar Panggul. In Etiologi Dan Faktor Resiko Stres Inkontinensia Urin (Pp. 1–154).

  8. Pranarka, K. (2011). Geriatric Syndromes: Revisited.

  9. Magnuson, A., Schroder Sattar, ;, Ginah Nightingale, ;, Saracino, R., Skonecki, E., & Trevino, K. M. (2022). A Practical Guide to Geriatric Syndromes in Older Adults With Cancer: A Focus on Falls, Cognition, Polypharmacy, and Depression. https://doi.org/10.1200/EDBK_

  10. Liang, Y., Rausch, C., Laflamme, L., & Möller, J. (2018). Prevalence, trend and contributing factors of geriatric syndromes among older Swedes: Results from the Stockholm County Council Public Health Surveys. BMC Geriatrics, 18(1). https://doi.org/10.1186/s12877-018-1018-6

  11. Juniarti, N., Aladawiyah Mz, I., Sari, C. W. M., & Haroen, H. (2021). The Effect of Exercise and Learning Therapy on Cognitive Functions and Physical Activity of Older People with Dementia in Indonesia. Journal of Aging Research, 2021. https://doi.org/10.1155/2021/6647029

  12. Inouye, S. K., Studenski, S., Tinetti, M. E., & Kuchel, G. A. (2007). Geriatric Syndromes: Clinical, Research and Policy Implications of a Core Geriatric Concept. In J Am Geriatr Soc (Vol. 55, Issue 5).

  13. Gabriel, B., Kimberly, G., Bobbie Sue, K., Hollie, G., Katie, K., & Russel, D. (2022). Using the Mobilization of Vulnerable Elders Protocol to Improve Elderly Patient Outcomes in Pennsylvania: A Quasi-Experimental Project. Journal of Geriatric Medicine and Gerontology, 8(1). https://doi.org/10.23937/2469-5858/1510130

  14. Avin, K., A. Hanke, T., Kirk Sanchez, N., McDonough, C., Shubert, T., Hardage, J., & Hartley, G. (2015). Management of Falls in Community-Dwelling Older Adults: Clinical Guidance Statement From the Academy of Geriatric Physical Therapy of the American Physical Therapy Association. Phys Ther, 95(6), 815–834. https://doi.org/https://doi.org/10.2522%2Fptj.20140415

Writer of Articles :
Kementerian Pendidikan dan Profesi
Aurora Rezki Amelia Prasad (Universitas Binawan)
Khumairo Hardiyanti Rukmana (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *