PARKINSON DISEASE

Sumber : www.idsmed.com
PENDAHULUAN
Riset yang dilakukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2015 menunjukkan bahwa secara global Asia dan Indonesia memasuki era penuaan (ageing population) karena jumlah penduduk berusia 60 tahun melebihi angka 7%. Diprediksi penduduk usia lanjut semakin meningkat pada tahun 2025 sebanyak 11,1% dan tahun 2035 sebanyak 12,9%. Besarnya penduduk lanjut usia memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif apabila penduduk lanjut usia dalam keadaan sehat dan produktif, namun dampak negatif terjadinya peningkatan biaya kesehatan, peningkatan disabilitas, dan risiko gangguan kesehatan yang dialami. Salah satu penyakit yang dialami oleh lansia ialah Parkinson. Parkinson merupakan penurunan system saraf pusat ditandai dengan tremor ketika beristirahat (resting tremor), kekakuan atau rigiditas, dan gerakan yang lambat (bradykinesia), serta postur yang tidak stabil (Thomat et al., 2018). Parkinson Disease merupakan penyakit neurodegenaratif tertingi kedua setelah Alzheimer (Kalia & Lang, 2016), dengan prevalensi 0,5-1% pada usia 65-69 tahun, diperkirakan insidensi penderita parkinson semakin meningkat setiap tahunnya seiring bertambahnya usia (Twelves et al., 2003). Berdasarkan data WHO pada tahun 2020 parkinson di Indonesia sebanyak 0,50% menyebabkan kematian, dan menempati peringkat ke 57 di Dunia. Penyebab parkinson belum diketahui atau idiopatik, namun parkinson bisa disebabkan dari berbagai macam faktor, baik dari genetik dan faktor lingkungan. Usia merupakan faktor terbesar penyebab parkinson, dimulai dari usia 60 tahun, dan meningkat pada usia 70 dan 79 tahun. Selain itu konsumsi nicotine dan caffeine meningkatkan angka kejadian parkinson (Lees et al., 2009).

Pengobatan parkinson bertujuan mengurangi gejala motorik yang terjadi dan memperlambat progresivitas penyakit. Selain itu, penderita parkinson memiliki tingkat depresi yang tinggi dan penurunan kognitif akibat efek samping konsumsi obat dalam jangka panjang. Hal tersebut, mempengaruhi aktivitas fungsional dan kualitas hidup penderita parkinson (Rahayu & Supriyadi, 2019).
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Parkinson adalah penyakit degenerasi sistem saraf pusat, terjadi secara perlahan dan bersifat progresif pada otak bagian tengah yang berfungsi mengatur pergerakan tubuh, ditandai dengan gangguan mengontrol gerakan, keseimbangan, postur, dan pola berjalan akibat dari hilangnya sel-sel otak yang memproduksi dopamin. Parkinson berkembang secara bertahap, dengan gejala awal tremor atau gemetaran halus pada salah satu tangan ketika beristirahat, kemudian gejala berkembang secara bertahap. Selain tremor gejala parkinson ditandai juga dengan kekakuan dan perlambatan gerak (Rahayu & Supriyadi, 2019)
B. Etiologi
Etiologi atau penyebab parkinson masih belum diketahui (idiopatik). Namun, terdapat diperkirakan infeksi oleh virus, reaksi akibat virus, pemaparan zat toksik, dan penuaan. Mekanisme terjadinya kerusakan belum jelas, beberapa hal yang menyebabkan parkinson sebagai berikut :
  1. Usia, peningkatan usia pada 80 tahun berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuron pada substansia nigra (Simon et al., 2020).
  2. Genetik, terjadinya mutasi genetik yaitu gen sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK 1) pada pasien parkinson autosomal dominan. Sedangkan, pasien autosomal resesif terdapat delesi dan mutasi poin pada gen parkin (PARK2) di kromosom.
  3. Xenobiotik, kerusakan mitokondria akibat paparan pestisida.
  4. Pekerjaan yang memiliki paparan metal yang tinggi dan dalam waktu yang lama.
  5. Infeksi.
  6. Diet, konsumsi lemak dan kalori dalam jumlah tinggi meningkatkan stress oksidatif, yang menyebabkan kerusakan neuron.
  7. Trauma kepala.
  8. Strees dan depresi, ketika stress terjadi peningkatan turnover katekolamin sehingga memicu stress.
  9. Ras, kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih (Tri et al., 2017).
C. Patofisiologi
Sumber : Ziegler et al., 2013
Parkinson disebabkan penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron pada substansia nigra pars compacta (SNc) disertai dengan inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy Bodies) (Poewe et al., 2017). Substansia nigra terletak di atas medulla spinalis. Fungsi utama dari subtansia nigra adalah mengirimkan pesan ke berbagai saraf di tulang belakang yang berfungsi mengendalikan otot-otot pada tubuh. Pesan yang disampaikan dari sel otak ke saraf dan otot dengan memanfaatkan senyawa kimia disebut dengan neurotransmitter. Neurotransmitter utama yang dihasilkan ialah dopamin. Dopamin digunakan untuk komunikasi antara sel neuron di otak dalam mengatur pergerakan, keseimbangan, dan refleks postural, serta bicara. Dopamin dihantarkan ke striatum selanjutnya ke ganglion basal. Penurunan kadar dopamin menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan ganglion basal menjadi menurun, sehingga terjadi gangguan keseimbangan. Fungsi neuron di sistem saraf pusat mengalami penurunan dan menghasilkan kelambatan gerak, tremor, kekakuan, dan hilangnya refleks postural (Tri et al., 2017).
D. Tanda dan Gejala
Parkinson memiliki gejala awal yang beragam. Awalnya muncul gejala ringan, sehingga diabaikan penderita, tetapi gejala tersebut berangsur-angsur memburuk. Berikut tanda dan gejala yang umum diderita parkinson :

  1. Tremor, getaran yang tidak dapat dikendalikan terjadi ketika beristirahat.
  2. Bradikinesia, melambatnya gerakan tubuh.
  3. Rigiditas atau kekakuan otot, hal ini menyebabkan ekspresi wajah dan tubuh menjadi sangat terbatas.
  4. Gangguan keseimbangan.
  5. Kehilangan gerak refleks.
  6. Perubahan cara bicara menjadi lembut, lebih cepat, tidak jelas, atau ragu sebelum berbicara.
  7. Depresi dan kecemasan (Rahayu & Supriyadi, 2019).a.   Tremor, getaran yang tidak dapat dikendalikan terjadi ketika beristirahat.

    b.   Bradikinesia, melambatnya gerakan tubuh.

    c.   Rigiditas atau kekakuan otot, hal ini menyebabkan ekspresi wajah dan tubuh menjadi sangat terbatas.

    d.   Gangguan keseimbangan.

    e.   Kehilangan gerak refleks.

    f.    Perubahan cara bicara menjadi lembut, lebih cepat, tidak jelas, atau ragu sebelum berbicara.

    g.   Depresi dan kecemasan (Rahayu & Supriyadi, 2019).

E. Penatalaksanaan Fisioterapi
Pemberian intervensi pada pasien parkinson berbeda-beda disesuaikan dengan tahapan gejala yang dialami. Hoehn dan Yarh mengklasifikasikan Parkinson sebagai berikut :

  • 1 = Tidak ada disabilitas, gejala ringan hanya pada satu sisi.
  • 2 = Gejala pada dua sisi, tidak ada gangguan keseimbangan. Postur tubuh sedikit kifosis, bicara lambat dan tidak jelas. Refleks postural bagus.
  • 3 = Gerakan tubuh sangat pelan, gejala tingkat sedang hingga berat, postur tidak stabil, gangguan berjalan tetapi ketika berjalan tanpa bantuan, mandiri melakukan aktivitas sehari-hari.
  • 4 = Gejala tingkat berat, ada rigiditas dan bradykinesia, gangguan berjalan namun masih bisa berjalan tanpa bantuan.
  • 5 = Disabilitas berat, berdirin dan berjalan harus dengan bantuan (Rahayu & Supriyadi, 2019).
Fase perkembangan parkinson terbagi dalam 3 fase, yaitu :
  • Fase Awal, dengan klasifikasi 1 dan 2 menurut Hoehn dan Yahr. Tujuan terapi dilaksanakan adalah :
    • Mencegah inaktivitas
    • Mencegah kekhawtiran bergerak dan jatuh
    • Mempertahankan kekuatan otot, mobilitas sendi, dan kapasitas fisik.

         Intervensi yang dilaksanakan berupa :

      • Breathing exercise
      • Passive dan active exercise
  • Fase Menengah, dengan klasifikasi 3 dan 4 menurut Hoehn dan Yahr. Tujuan terapi dilaksanakan adalah :
    • Meningkatkan kemampuan transfer ambulasi
    • Memperbaiki postur
    • Meningkatkan keseimbangan
    • Perbaikan pola jalan

          Intervensi yang dapat diberikan pada fase menengah ialah :

    •  PNF, untuk memperbaiki kontrol postur,
    • Latihan keseimbangan,
    • Latihan pola jalan yang benar.
  • Fase Akhir, penderita mengalami klasifikasi 5 menurut Hoehn dan Yahr. Tujuan terapi yang diberikan ialah :
    • Mempertahankan kapasitas vital
    • Mencegah komplikasi

        Latihan yang dapat diberikan pada fase akhir dengan meningkatkan dosis latihan dan mencegah terjadinya komplikasi dengan melakukan latihan kebugaran (Rahayu & Supriyadi, 2019).

Penderita parkinson hanya fokus pada satu hal saja, dan suasana hati sangat berpengaruh ketika diberikan intervensi. Salah satu teknik yang penting dilakukan pada Parkinson ialah cueing dengan memberikan instruksi yang jelas, tegas, dan mudah dilaksanakan secara terus-menerus. Pemberian cueing secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan terekam dalam memori penderita diharapkan dapat menciptakan sebuah kebiaan yang baru (Rahayu & Supriyadi, 2019).
KESIMPULAN
Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif pada sistem saraf pusat, ditandai dengan penurunan kadar dopamin. Akibat penurunan dopamin terjadi tremor, bradykinesia, rigiditas, dan postural instability. Faktor penyebab Parkinson ialah idiopatik atau belum diketahui, namun berdasarkan penelitian usia sangat mempengaruhi kejadian Parkinson. Prevalensi Parkinson terjadi pada usia 60-65 tahun sebanyak 0,5-1%, dan meningkat pada usia 80 tahun. Setiap penderita memiliki tanda dan gejala Parkinson yang berbeda-beda, sehingga pemberian intervensi disesuaikan dengan kebutuhan penderita.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Analisis Lansia di Indonesia.
  2. Kalia, L. v., & Lang, A. E. (2016). Parkinson disease in 2015: Evolving basic, pathological and clinical concepts in PD. In Nature Reviews Neurology (Vol. 12, Issue 2). Nature Publishing Group. https://doi.org/10.1038/nrneurol.2015.249
  3. Lees, A. J., Hardy, J., & Revesz, T. (2009). Parkinson’s disease. In The Lancet (Vol. 373, Issue 9680, pp. 2055–2066). Elsevier B.V. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(09)60492-X
  4. Poewe, W., Seppi, K., Tanner, C. M., Halliday, G. M., Brundin, P., Volkmann, J., Schrag, A. E., & Lang, A. E. (2017). Parkinson disease. Nature Reviews Disease Primers, 3, 1–21. https://doi.org/10.1038/nrdp.2017.13
  5. Simon, D. K., Tanner, C. M., & Brundin, P. (2020). Parkinson Disease Epidemiology, Pathology, Genetics, and Pathophysiology. In Clinics in Geriatric Medicine (Vol. 36, Issue 1, pp. 1–12). W.B. Saunders. https://doi.org/10.1016/j.cger.2019.08.002
  6. Twelves, D., Perkins, K. S. M., & Counsell, C. (2003). Systematic Review of Incidence Studies of Parkinson’s Disease. In Movement Disorders (Vol. 18, Issue 1).
  7. Ziegler, D. A., Wonderlick, J. S., Ashourian, P., Hansen, L. A., Young, J. C., Murphy, A. J., Koppuzha, C. K., Growdon, J. H., & Corkin, S. (2013). Substantia nigra volume loss before basal forebrain degeneration in early parkinson disease. JAMA Neurology, 70(2), 241–247. https://doi.org/10.1001/jamaneurol.2013.597
  8. Rahayu, Umi Budi, & Supriyadi, Arin. (2019). Fisioterapi neurologi pada sistem saraf pusat. Surakarta : Muhammadiyah University Press. ISBN: 978-602-361-189-8
  9. Tri, L. Y., Meydita M., Arifin M., Mutiara, & Nastiti N. P. (2017). Parkinson. Fisioterapi Program B Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binawan 2017/2018.
  10. Thomas B. Stoker, BA, MB BChir, MRCP UK dan Julia C. Greenland, MCRP, MRes.(2018).  Parkinson disease’s pathogenesis and clinical aspects. Brisbane (AU): Codon Publications; 2018 Dec 21. ISBN-13: 978-0-9944381-6-4
Writer of Articles :
Kementerian Pendidikan dan Profesi
Laila Safariana (Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *