PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA AMYOTROPIC LATERAL SCLEROSIS

Sumber : www.clinicaladvisor.com
PENDAHULUAN
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit progresif dan neurodegeneratif yang terkait dengan hilangnya neuron motorik atas dan bawah serta sum-sum tulang belakang. Hal ini ditandai dengan penumpukan neurofilamen dan serat saraf yang mengakibatkan hilangnya kontrol otot seseorang. Gejala awal ALS bervariasi pada masing-masing individu, tetapi umumnya termasuk penurunan daya tahan tubuh yang signifikan, kekakuan dan kelemahan otot, bicara meracau, dan kesulitan menelan. Onset ALS biasanya pada tingkat bulbar atau spinal, menyebabkan hilangnya kekuatan tungkai secara progresif, disfagia, disartria, dan gagal napas. Onset terjadi dari usia remaja hingga usia 80 tahun, namun usia insiden puncak terjadi pada usia 55-75 tahun. Onset rata- rata usia sporadis ALS (SALS) adalah 65 tahun, onset rata-rata usia familial ALS (FALS) adalah 46 tahun. Degenerasi neuron motorik adalah penyebab utama kecacatan pada pasien di semua tahap ALS dan akhirnya menjadi penyebab kematian.
PEMBAHASAN
A. Patologi dan Gambaran Klinis
Ciri patologis ALS adalah degenerasi dan hilangnya neuron motorik dengan gliosis astrositik dan adanya inklusi intraneuronal dalam degenerasi neuron dan glia. Kematian motor neuron perifer pada brainstaim dan spinal cord menimbulkan denervasi dan atropi pada serabut otot yang berhubungan. Gejala ALS beragam, termasuk kelemahan, spastisitas, keterbatasan mobilitas dan aktivitas sehari-hari, defisit komunikasi serta disfagia. Pada penderita dengan keterlibatan bulbar terjadi gangguan pernapasan, kelelahan dan gangguan tidur, nyeri serta gangguan psikososial. Klasifikasi Internasional Fungsi, Disabilitas dan Kesehatan (ICF) (Organisasi Kesehatan Dunia, 2001), menggambarkan dampak penyakit pada tingkat yang berbeda: gangguan (struktur dan fungsi tubuh) serta keterbatasan dalam aktivitas dan partisipasi.
Sumber : www.istockphoto.com

Secara sederhana, gambaran klinis penyakit ALS ditandai dengan:

  1. Penyakit ini di awali dengan spastic paralysis jari – jari dan tangan yang kemudian menyebar ke atas sampai lengan keseluruhan sehingga tampak seperti hemiplegi.
  2. Pada waktu yang sama otot pada lengan atropi secara perlahan – lahan seiring dengan degenerasi anterior horn sel.
  3. Awalnya reflek – reflek akan meningkat tetapi secara perlahan – lahan akan menurun akhirnya tidak ada sama sekali.
  4. Pada akhirnya spastisitasnya hilang digantikan dengan flaciditas gejala – gejala tersebut menunjukkan tanda – tanda lesi motor neuron, padahal penyebab utamanya adalah lesi upper motor neuron.
  5. Kemudian tungkai diserang, tanda – tanda spastisitas terlihat yang berakibat degenerasi menyebar ke anterior horn sel daerah lumbal, memperluas atropi dan paralysis mengikuti pola yang sama dengan lengan.
  6. Tungkai pada masa spastic kemudian lemah dan atropi tetapi pada daerah lengan masih lebih baik dari pada tungkai.
  7. Reflek – reflek pada tungkai sama seperti pada lengan yang awalnya meningkat, terdapat clonus angkle dan timbul tanda babinsky tetapi semuanya itu pada akhirnya hilang.
  8. Sama seperti progresif muscular atropi motor nuclei pada medulla juga rusak.
  9. Pusat pernapasan dan kardial juga rusak. Pasien dapat mengalami kesulitan menelan dan terdapat peningkatan salviasi sehingga menyebabkan tersedak.  Dapat terjadi dysartria pembicaraan menjadi tidak jelas atau tidak memungkinkan.
  10. Dapat terjadi kematian akibat bulbar palsi atau infeksi yang timbul.
Manifestasi klinis ALS tergantung daerah dominan mana yang terkena kematian sel, upper atau motor neuron. ALS upper motor neuron tidak ada over tanda – tanda upper motor neuron, tetapi terdapat kerusakan traktus corticospinalis yang mengakibatkan peningkatan aktifitas reflek tendon pada ektermitas yang lemah, berkeringat dan twitching otot.
B. Diagnosa
Diagnosis harus diperkuat dengan elektrofisiologi atau neuroimaging, bahwa gejala yang ditemui bukanlah disebabkan oleh penyakit lain. Diagnosis pasti ALS memerlukan identifikasi degenerasi LMN secara klinis, elektrofisiologi atau neuropathologi; bukti degenerasi UMN secara klinis; dan progresifitas dari sindrom motorik pada suatu regio atau regio lainnya. (Hardiman dkk, 2011).
C. Penatalaksanaan
Sebagian besar kematian pada ALS disebabkan oleh kegagalan pernapasan akibat kelemahan otot pernapasan, oleh karena itu diagnosis dan pengelolaan gejala pernapasan harus dievaluasi setiap tiga bulan sejak diagnosis. Penatalaksanaan awal dapat mencakup fisioterapi dada dan drainase postural, terutama jika pasien mengalami kesulitan membersihkan secret. Pada gangguan dysathria, terjadi kelemahan dan kelenturan otot-otot mulut, laring meningkat, produksi konsonan yang tidak tepat, hipernasalitas, kualitas vokal yang keras dan mengakibatkan laju bicara yang lambat. Peningkatan posisi, penggunaan kerah serviks dan latihan orolingual dapat membantu. Obat-obatan seperti antikolinergik dan trisiklik juga dapat diberikan. Selain itu, status nutrisi penderita ALS juga perlu dievaluasi, mengingat sering terjadi disfagia dan hipermetabolisme. Tatalaksana nutrisi termasuk pola diet dan latihan menelan,pada kondisi yang tidak memungkinkan, dapat dipasang selang makanan (gastrostomy tube placement) dan suplementasi berupa vitamin dan mineral (Braun dkk, 2012).
D. Program Latihan dan Rehabilitasi Fisioterapi
  1.  Alih baring posisi dapat membantu pasien tapi posisi postural drainage khususnya untuk lobus paling bawah biasanya sangat membuat pasien tertekan.
  2.  Saat kelemahan memburuk, fisioterapis dapat menginstruksikan pasien dan keluarga dalam teknik pemindahan yang aman (misalnya antara tempat tidur dan kursi, masuk dan keluar dari mobil), mengoptimalkan pola gaya berjalan  (gait training) dan memberikan pelatihan ulang gaya berjalan dengan alat bantu gaya berjalan yang sesuai (misalnya kerangka berjalan, tongkat) dan orthosis (kaki-pergelangan kaki)
  3. Latihan peregangan untuk meningkatkan kelenturan untuk mempertahankan panjang otot dan mobilitas sendi serta mencegah kontraktur.
  4. Latihan penguatan dengan intensitas sub-maksimal (rendah, tidak melelahkan), dengan tingkat resistensi yang disesuaikan dengan kekuatan otot.
  5. Latihan aerobik/daya tahan dapat meningkatkan kebugaran kardio-pernapasan dan mungkin aman tetapi oksigenasi, aerasi dan beban karbohidrat yang memadai penting untuk mengurangi beban stres oksidatif. Pelatihan ambulasi treadmill yang didukung dapat dipertimbangkan jika tersedia.
KESIMPULAN
Secara klinis ALS terdiri atas gangguan gerakan motorik, yang memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN dan LMN. Dalam pada itu, hiperefleksia, klonus dan reflex patologis dapat ditemukan secara berdampingan dengan atrofi otot dan arefleksia pada satu penderita yang sama. Rehabilitasi bertujuan untuk memperpanjang kemandirian dalam mobilitas dan aktivitas hidup sehari-hari, mencegah komplikasi seperti jatuh, kontraktur, dan nyeri muskuloskeletal, mempertahankan kekuatan, rentang gerak dan pengkondisian melalui program latihan yang tepat, edukasi dan psikososial support.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Ng, L., & Kh, F. (2012). Multidisciplinary Rehabilitation in Amyotrophic Lateral Sclerosis. Amyotrophic Lateral Sclerosis. https://doi.org/10.5772/3177

  2. Mack, E., Peters, H. and Page, S. J. (2014) ‘Pseudobulbar Affect’, Archives of Physical Medicine and Rehabilitation, 95(8).

  3. Arimbawa, I. K. and Pramaswari, A. A. A. A. (2017) ‘Laporan Kasus Amyotrophic Lateral Sclerosis’, pp. 1–32.

  4. Dal Bello-Haas, V. (2018). Physical therapy for individuals with amyotrophic lateral sclerosis: current insights. Degenerative Neurological and Neuromuscular Disease, Volume 8, 45–54. https://doi.org/10.2147/dnnd.s146949

  5. Chiò, A., Mora, G., & Lauria, G. (2017). Pain in amyotrophic lateral sclerosis. The Lancet Neurology, 16(2), 144–157. https://doi.org/10.1016/S1474-4422(16)30358-1

Writer of Articles :
Kementerian Pendidikan dan Profesi
Khumairo Hardiyanti R (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *